Selasa, 09 Desember 2008

PERANG TANPA HENTI LAWAN KORUPSI

PERANG terhadap korupsi pada hakikatnya adalah perang sepanjang hayat. Apalagi, memerangi korupsi yang tingkat keganasannya di Republik ini sudah seperti kanker berstadium IV.
Untuk memberantasnya dibutuhkan konsistensi dan stamina super. Negara tidak boleh menyerah. Jika modus korupsi bertambah canggih, negara pun harus mencari upaya baru yang lebih canggih lagi untuk menangkalnya.
Selain itu, negara tidak boleh cepat puas atas apa yang telah dihasilkan.
Memang, adalah fakta bahwa sepak terjang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam beberapa waktu terakhir telah menaikkan citra positif pemberantasan korupsi. Kenaikan citra positif itu dilihat dari membaiknya indeks persepsi korupsi 2008 yang dirilis Transparency International baru-baru ini. Indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2008 adalah 2,6, atau naik jika dibandingkan dengan indeks pada 2007 yang mencapai 2,3.
Harus diakui telah terjadi lompatan besar belakangan ini. Apa yang dicapai selama sembilan tahun (1998-2007), sama dengan yang dicapai dalam setahun terakhir (2007-2008). Sebagai gambaran, pada awal reformasi (1998) indeks persepsi korupsi 2,0 dan naik beringsut-ingsut mencapai 2,3 pada 2007. Sekarang (2008) mencapai 2,6. Itu berarti, jika dibandingkan dengan 10 tahun lalu, saat tekad reformasi nasional mulai dicanangkan, perubahan secara signifikan baru terjadi setahun terakhir.
Secara kuantitatif dan kualitatif memang layak dicatat prestasi yang ditorehkan. Pemberantasan korupsi menjangkau anggota DPR, anggota KPPU, mantan dirjen, dan mengusut tuntas kasus dana Bank Indonesia tanpa pandang bulu. KPK telah menahan Aulia Pohan yang merupakan besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sejumlah survei yang dilakukan Litbang Media Group secara berkala juga menunjukkan adanya peningkatan kepuasan publik atas kinerja KPK setelah dikomandani Antasari Azhar. Hal itu tidak lepas dari kiprah KPK yang mendapat simpati publik berkat liputan media massa yang intens.
Namun, korupsi tidak benar-benar mati. Ia seperti sedang rehat untuk menyusun siasat. Para pelaku korupsi, atau yang berniat melakukan korupsi, tidak benar-benar jera.
Mereka akan memanfaatkan setiap celah untuk melawan. Misalnya, berupaya memereteli kewenangan KPK. Atau, mengamputasi lembaga tersebut dengan cara mengulur-ulur waktu pengisian formasi penyidik KPK yang berkurang ratusan orang karena habis masa kontraknya. Juga, sengaja membuat tidak jelas nasib Pengadilan Tipikor.
Di berbagai lini, kita juga masih mendapati maraknya pungutan liar dari 'orang-orang berseragam'. Sebuah kondisi yang menunjukkan masih perlunya kerja keras untuk melahirkan efek jera sehingga pemerintahan yang bersih dapat benar-benar ditegakkan.
Dengan mengingat bahaya korupsi bersifat sistemis, negara juga harus melawannya secara sistemis. Kewenangan lembaga pemberantas korupsi harus tetap diperkuat, di antaranya dengan tetap mempertahankan kewenangan KPK menyadap telepon.
Demikianlah, Hari Antikorupsi Sedunia yang diperingati kemarin harus dijadikan tonggak penting memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Publik sudah lama menanti negeri ini bebas korupsi. (mi)

Tidak ada komentar: